• Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
    -
  • MHKI dan IBI Musyawarah Daerah IBI XII Daerah Istimewa Yogyakarta
    Kegiatan Musyawarah Daerah PD IBI DIY dan Seminar Ilmiah dengan tema “Upaya Preventif dan Perlindungan Hukum bagi Bidan dalam Menghadapi Dugaan Malpraktik”
  • Pelantikan DPW Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) DKI Jakarta Periode 2020-2023
  • Seminar Hukum Kesehatan DPW MHKI DKI JAKARTA
    Tema " RISIKO ANCAMAN PIDANA DALAM PELAYANAN KESEHATAN"
  • WEBINAR HUKUM KESEHATAN
    Sisi Hukum Pelayanan Telemedis di Tengah Pandemi COVID-19

Informasi terkini Hukum Kesehatan Indonesia

Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Rekomendasikan 7 Permasalahan Stunting

07 Nov 2019 02:47 administrator

Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), Dr. Mahesa Pranadipa menyatakan stunting sebagai problematika serius. Peran pemerintah seharusnya bergerak sinergis.

"Menjadikannya urusan konkuren pemerintah daerah yang terutama, bahkan perlu didorong sebagai program strategis nasional, yang dimungkinkan dalam UU No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 67 huruf f,".

Mahesa mengatakan setiap Pemerintah Daerah harus diberikan peran melaksanakan urusan combating atau mengatasi stunting. Sejumlah arah kebijakan pencegahan stunting tidak hanya Menteri Kesehatan namun mencakup segenap Kementerian dan Lembaga bahkan organ negara legislatif dan yudikatif selain terutama eksekutif-sebagaimana mandat Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.

"Dengan pernyataan tersebut, kami mengajukan Tujuh Inisiatif (Seven lnisiatives) yaitu pertama dari skala problematika dan pentingnya intervensi yang holistik-integratif, dan melibatkan semua sumber daya dan mencakup semua sektor dan aktor, maka tepat jika combating stunting dengan visi  'Indonesia Maju' dan demi Kepentingan Terbaik bagi Anak, kami mendorong Presiden menetapkannya sebagai program strategis nasional," ujarnya.

Kedua lanjut Mahesa, menggiatkan gerakan masyarakat sipil dengan mengintensifkan dan meluaskan bentuk, jenis, skala dan model intervensi pengatasan stunting dengan langkah utama perbaikan gizi pangan, imunisasi dan family planning mengamankan ‘pangkalan’ 1000 Hari Pertama Kehidupan. 

Selanjutnya, mendorong kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat (Public, Privat, and Peoples Partnership P4) termasuk inovasi ragam pembiayaan dan kerjasama termasuk dan tidak terdapat pada sumber corporate social responsibility creating shale values, wakaf, bantuan, hibah dan lainnya.

"Keempat, pengawasan combating stunting melalui mekanisme perlindungan anak dengan melibatkan KPAI dan KPAID sesuai Pasal 76 huruf a dan b UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, untuk mengonsolidasi semua dalam mencegah, mengatasi pun memerangi stunting. Kelima ialah pemajuan dan harmonisasi regulasi, rencana aksi nasional dan rencana aksi daerah combating stunting termasuk Jaminan Kesehatan Nasional yang sensitif hak anak," ujarnya.

Ditambahkan,  meski defisit APBN untuk JKN, namun lompatan spektakuler pembangunan manusia dirasakan signifikan dengan memenangkan ancaman stunting yang nyata dan sekarang. 

Menurutnya, tudak beralasan defisit APBN daripada menghadapi resiko nasional lost generation dan gagalnya 'Indonesia Emas' karena uang dapat dicari namun fase usia emas tak bisa diulangi.

"Keenam, reorientasi dan optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional sebagai instrumen mencegah, mengatasi pun memerangi stunting dengan langkah zero tolerance kepesertaan dan layanan anak dengan JKN, dengan tanpa diskriminasi, berkeadilan, dan berkelanjutan,”.

Terakhir, mengintegrasikan paradigma dan kaidah pembangunan manusia dalam kebijakan anggaran (APBN dan APBD) sebagai wujud kedaulatan rakyat pada anggaran negara/daerah, yang hambatan regulasinya musti diterobos sehingga kami mengajukan ‘Omnibus Law’ pembangunan manusia untuk memerangi stunting guna mencapai lndonesia Emas 2045